Langsung ke konten utama

Melukai, mencintai dan membenci



Aku iri pada mereka yang memulai sesuatu tanpa tau arahnya, tidak tau akan kemana,
Tapi tiba-tiba bisa sampai saja
Ditempat yang lebih dari yang dia harapkan
Lalu dia bahagia

Aku?
Pernah ku mulai sesuatu dengan seseorang
Aku tau harus kemana
Yang pasti disuatu tempat yang indah
Disana aku merasa bahagia
Tapi aku gagal

Dan aku mencoba lagi dengan orang yang berbeda
Ke tempat yang indah
Aku merasa ada kebahagiaan bersamanya
Terasa pasti akan sampai ke ujung cerita
Tapi aku gagal kembali

Di satu titik
Aku merasa terengah lelah
Dan aku memutuskan untuk berhenti sejenak
Beristirahat dari khayal yang tak pernah terwujud

Duduk ditempat yang teduh
Disana aku merasa tenang
Menyendiri, mengadu padaNya dan bertanya tanya
Apa yang salah denganku selama ini?

Memang, ya
Berharap padanya
Seperti daunan mengering pada tangkainya
Dipaksa bertahan namun perlahan lepas diacuhkan

Daun yang tengah berharap bertahan
Jatuh terombang ambing angin kebohongan
Pasrah dengan landasan tak beraturan

Tak tau
Bagaimana aku harus menjelaskan ke tangguhanku
Saat ia hendak melepaskan pegangannya
Aku sudah pasang posisi untuk menerima dan menahan luka yang diberi

Pedulinya pun tak sama sekali ku ketahui
Setulus itukah ia menyakiti?
Tanpa rasa bersalah
Tanpa mau mengalah

Suatu hari
Nanti, ia akan mengerti
Bahwa yang telah disakiti memiliki arti

Karena dia tidak akan menemukan orang yang sama dimana pun
Bahkan orang yang sama akan menjadi orang yang berbeda pada saatnya

Karena tak kan dia temukan cinta seperti yang ku berikan
Bahkan dia akan menyesali satu hal
Ialah kesabaranku dalam berjuang mempertahankan

Nanti, tiada lagi perhatian atau ucapan yang akan aku berikan
Tiada lagi hari untuk sebuah kebersamaan

Hanya hati yang mengetahui segalanya
Hanya hati yang mengerti cerita kita
Hanya hati yang bisa menyatukan pecahan cerita

Karena meskipun aku tersakiti
Tapi tak pernah berpikir untuk membenci

Iya
Hingga dia mengerti
Bahwa yang telah disakiti ini memiliki arti

-Salahuddin Al Ayubi

#hijrahcinta #puisi #sajak #repost

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jaga Hijabmu, Ya Ukhti..

Bismillahirrahmanirrahim.. Ukhti, Apakah engkau “KADANG-KADANG BERHIJAB (BERJILBAB)”? Apakah engkau berhijab hanya ketika menghadiri pengajian atau membaca Al Qur’an? Apakah engkau berhijab saat berada di Aceh dan engkau lupa bahwa engkau adalah seorang muslimah begitu pesawatmu mendarat di daerah lain? Apakah engkau berhijab ketika menghadap Tuhanmu dalam sholatmu dan kemudian melepaskannya seakan-akan Allah hanya melihatmu dalam sholatmu? Apakah engkau berhijab ketika keluar rumah, tetapi memajang foto-foto tanpa hijabmu di Sosial Media agar dapat dilihat orang lain betapa indah rambut dan molek tubuhmu? Wahai saudariku, ketahuilah, sekali pun engkau membatasi orang-orang yang mampu melihat foto-fotomu itu, tetaplah WASPADA! Siapa saja bisa menyimpan foto kita dan melakukan apa pun yang mereka inginkan, dan engkau tidak akan pernah tahu untuk tujuan apa fotomu dimanfaatkan. Belum lagi fakta bahwa teman-temanmu di Sosial Media tidak semuanya mahrom-mu.

Makan hati berulam rasa

Perjalanan 2 jam pergi 2 jam pulang. 1/6 hari kuhabiskan dijalan, untuk kepentingan ummat, katanya. Jam 7 sampai jam 4 atau jam 10 hingga jam 19, menjaga, melayani, memfasilitasi mereka yang ingin berbagi, katanya. 3/8 hari kuhabiskan disini. Wah, sudah 13 jam. Ideal istirahat orang dewasa 7 jam sehari. 20 jam sudah. 4 jam sisanya? Untuk sekadar bertatap wajah dengan ayah ibu kakak adik, karena tidak selalu ada waktu dan moment tepat untuk bicara dan berbagi kisah. Untuk merapikan kamar, untuk rapi2 setelah dari luar, dan istirahat. Dan esok nya, untuk bersiap2 kembali berangkat. 4 jam. 4 jam untuk beberes diri saja. Bahkan beberapa saat juga menyempatkan untuk melayani beliau2 yang menghubungi dan bertanya tentang ini itu, tentang ummat dan demi ummat lagi pastinya -katanya-. Ini konsekwensi. Ikhlas sudah jelas. Meski letih itu tak dapat dipungkiri. Namun menafikkan letih karena bahagia dan keikhlasan adalah hal yang biasa. Mudah saja. Sebelumnya sungg

Iri ku pada mereka

Aku iri kepada langit yang bisa menatapmu sepanjang waktu Aku iri kepada senja yang bisa melihat senyum mu Aku iri kepada malam yang bisa mendekap hatimu Bahkan aku sangat iri kepada awan yang meneduhkanmu saat terik mentari membelenggu jiwamu Aku sungguh-sungguh iri Kepada mereka yang selalu membersamaimu sepanjang hari Kepada mereka yang bisa menatap langsung dirimu Melihat tawamu bahkan tertawa bersamamu Melihat langsung gerak-gerik mu dan kondisimu lebih dulu daripada aku Kepada semesta yang menaungi setiap langkahmu Kepada dunia yang setiap hari bersua denganmu Sungguh aku iri Kepada buku-buku yang setia berdebat denganmu Kepada waktu yang senantiasa berjalan bersamamu Sungguh benar, Aku iri selama aku tak mampu disisi Meski tiada pernah jenuh dan letih doaku membersamai #disadur dari tulisan-tulisan yang bertebaran di dunia maya dengan perubahan gaya penulisan dan berbagai tambahan