Langsung ke konten utama

Kata dan Rasa

Jenuh aku dengan kata
Letih dan membosankan sudah menguntai kata
Tak ingin lagi aku merangkai kata

Karena ternyata
Kata tak cukup mewakili rasa
Kata tak pernah cukup menggambarkan rasa

Ada rasa yang bahkan tak dapat terwakili oleh kata
Biar segala kamus ku buka
Biar segala bahasa ku cari
Tidak ada

Tidak dapat tertuangkan dan tiada tergambarkan
Mungkin itulah sesungguhnya rasa

Kau tak menuliskan nya
Kay tak mengeja nya
Kau tak merangkai nya
Bahkan kau tak mampu mengungkapkan
Tapi kau tau...


Kau merasakannya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jaga Hijabmu, Ya Ukhti..

Bismillahirrahmanirrahim.. Ukhti, Apakah engkau “KADANG-KADANG BERHIJAB (BERJILBAB)”? Apakah engkau berhijab hanya ketika menghadiri pengajian atau membaca Al Qur’an? Apakah engkau berhijab saat berada di Aceh dan engkau lupa bahwa engkau adalah seorang muslimah begitu pesawatmu mendarat di daerah lain? Apakah engkau berhijab ketika menghadap Tuhanmu dalam sholatmu dan kemudian melepaskannya seakan-akan Allah hanya melihatmu dalam sholatmu? Apakah engkau berhijab ketika keluar rumah, tetapi memajang foto-foto tanpa hijabmu di Sosial Media agar dapat dilihat orang lain betapa indah rambut dan molek tubuhmu? Wahai saudariku, ketahuilah, sekali pun engkau membatasi orang-orang yang mampu melihat foto-fotomu itu, tetaplah WASPADA! Siapa saja bisa menyimpan foto kita dan melakukan apa pun yang mereka inginkan, dan engkau tidak akan pernah tahu untuk tujuan apa fotomu dimanfaatkan. Belum lagi fakta bahwa teman-temanmu di Sosial Media tidak semuanya mahrom-mu.

Makan hati berulam rasa

Perjalanan 2 jam pergi 2 jam pulang. 1/6 hari kuhabiskan dijalan, untuk kepentingan ummat, katanya. Jam 7 sampai jam 4 atau jam 10 hingga jam 19, menjaga, melayani, memfasilitasi mereka yang ingin berbagi, katanya. 3/8 hari kuhabiskan disini. Wah, sudah 13 jam. Ideal istirahat orang dewasa 7 jam sehari. 20 jam sudah. 4 jam sisanya? Untuk sekadar bertatap wajah dengan ayah ibu kakak adik, karena tidak selalu ada waktu dan moment tepat untuk bicara dan berbagi kisah. Untuk merapikan kamar, untuk rapi2 setelah dari luar, dan istirahat. Dan esok nya, untuk bersiap2 kembali berangkat. 4 jam. 4 jam untuk beberes diri saja. Bahkan beberapa saat juga menyempatkan untuk melayani beliau2 yang menghubungi dan bertanya tentang ini itu, tentang ummat dan demi ummat lagi pastinya -katanya-. Ini konsekwensi. Ikhlas sudah jelas. Meski letih itu tak dapat dipungkiri. Namun menafikkan letih karena bahagia dan keikhlasan adalah hal yang biasa. Mudah saja. Sebelumnya sungg

Iri ku pada mereka

Aku iri kepada langit yang bisa menatapmu sepanjang waktu Aku iri kepada senja yang bisa melihat senyum mu Aku iri kepada malam yang bisa mendekap hatimu Bahkan aku sangat iri kepada awan yang meneduhkanmu saat terik mentari membelenggu jiwamu Aku sungguh-sungguh iri Kepada mereka yang selalu membersamaimu sepanjang hari Kepada mereka yang bisa menatap langsung dirimu Melihat tawamu bahkan tertawa bersamamu Melihat langsung gerak-gerik mu dan kondisimu lebih dulu daripada aku Kepada semesta yang menaungi setiap langkahmu Kepada dunia yang setiap hari bersua denganmu Sungguh aku iri Kepada buku-buku yang setia berdebat denganmu Kepada waktu yang senantiasa berjalan bersamamu Sungguh benar, Aku iri selama aku tak mampu disisi Meski tiada pernah jenuh dan letih doaku membersamai #disadur dari tulisan-tulisan yang bertebaran di dunia maya dengan perubahan gaya penulisan dan berbagai tambahan