Langsung ke konten utama
Dalam menjalani aktivitas sehari hari, tentunya kita membutuhkan kawan yang bisa mendengarkan, mengingatkan dan menasehati kita. Dan buku, bisa menjadi kawan yang sangat bijaksana untuk menemani kita, menenangkan meski tanpa suara. Sebagaimana dikatakan Rasullullah SAW: “Barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmunya; dan barang siapa yang ingin (selamat dan berbahagia) di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmunya pula; dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula”. (HR. Bukhari dan Muslim)
 
Membaca buku akan membantu kita mendapatkan wawasan kedua ilmu tersebut, berpikiran terbuka dan rasional dalam menghadapi sesuatu, sehingga keimanan kita kepada Allah akan bertambah. 
اعْمَلْ لِدُنْيَاكَ كَأنَّك تَعِيشُ أبَدًا، وَاعْمَلْ لِآخِرَتِكَ كَأَنَّكَ تَمُوْتُ غَدًا 
“Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau akan hidup selamanya. Dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati esok pagi.”
Agama mengajarkan kita untuk hidup tawazun (seimbang). Kita diperkenankan untuk ikhtiar memenuhi kebutuhan dunia, demi kesempurnaan ibadah kepadaNYA. Sebab manusia Allah ciptakan sebagai makhluk paling komplit, lengkap, memiliki sisi baik dan buruk. Ada sisi perindu surga yang begitu ingin taat kepadaNya, dan ada juga sisi manusiawinya yang ingin menikmati kesenangan dunia.
 
Suatu kutipan dari Syekh Nawawi al bantani, mengingatkan kita, “Jangan sampai kita terlena kata mutiara untuk memenuhi kekayaan duniawi yang sifatnya hanya sementara saja, hingga kita lupa akan tugas kita yang sesungguhnya di dunia ini yaitu mengumpulkan perbekalan untuk menuju kampung akhirat yang kekal.”
Itulah kenapa kita mesti berusaha menjalani hari demi hari dengan perbaikan diri terus menerus, terhadap diri sendiri, terhadap sesama, bahkan terhadap pencipta.
 

Nashoihul ibad, merupakan salah satu kitab (buku) yang bisa memberikan kita wawasan dan renungan-renungan dalam memandang hidup, berperilaku serta bagaimana menyikapi ujian dan berbagai masalah lainnya. Buku ini dikemas cukup menarik dan sangat menyenangkan untuk dikaji karena penjelasannya yang ringkas membuat kita lebih mudah memahami isinya. Dan meski bertemakan tasawuf, penyajiannya sangat sederhana dan langsung pada pokok masalah.
 
Judul: Nashaihul 'Ibad: Kumpulan Nasihat Pilihan bagi Para Hamba
Penulis: Syekh Nawawi al-Bantani
Penerjemah: Fuad Saifudin Nur
ISBN: 978-623-7327-26-4
Ukuran: 15 x 23 cm
Isi: 384 Halaman 
Penerbit: Turos: Khazanah Pustaka Islam
Buku Nashaihul ‘ibad ini ditulis oleh Syekh Nawawi al-Bantani, seorang ulama salaf yang menghasilkan banyak karya besar dan terkenal. Dan tahukah? Syekh Nawawi yang menjadi pengajar sekaligus imam masjidil haram selama lebih dari 10 tahun ini adalah ulama kelahiran Indonesia. Imam Nawawi lahir di Tanara, serang, Banten, pada tahun 1813 M dan dijuluki bapak kitab kuning Indonesia. Beliau sangat concern terhadap pembentukan karakter dengan akidah yang sempurna dan akhlak yang baik.
 
Jika kitab-kitab lain pada umumnya memuat bab berdasarkan kekhususan materi, seperti bab sabar; berisi segala bahasan perkara sabar, bab syukur, bab amanah dan demikian selanjutnya yang susun berdasarkan tema khusus, maka buku nashoihul ibad ini berbeda. Setiap bab nya disusun berdasarkan keseragaman jumlah point yang akan dibahas.  Contohnya, Bab II (Nasihat-nasihat yang mengandung tiga imbauan), maka setiap judul pada bab ini, berisikan dalih yang akan diturunkan menjadi tiga poin bahasan/masalah. Demikian juga pada bab-bab selanjutnya. Contoh judul nasihat dari masing-masing bab lain seperti: Empat Kalimat Plihan dari Empat Kitab Suci, Lima Masa sebelum Lima Masa, Enam Bentuk Tipu Daya, Tujuh Perkara yang Dipilih Orang Berakal, Delapan Perkara yang Tak Pernah Terpuaskan, Sembilan Hal tentang Tangisan dan lain-lain. 
 
Buku berisi lebih dari 1000 point nasihat bersumberkan dalil al-Quran, Hadist, dan atsar (nasihat/ucapan para sahabat dan tabi’in) ini, dikelompokkan menjadi 10 bab berisikan 215 judul. Di setiap awal bab, Syekh Nawawi menuliskan jumlah nasehat yang akan dipaparkan  pada bab tersebut, berikut jumlah poin imbauan dalam setiap nasehatnya. Misalnya, pada bab Kedua, beliau menyebutkan “Bab ini memuat 55 nasehat yang masing-masing terdiri atas tiga poin imbauan penting. Tujuh diantaranya adalah hadis Nabi saw. dan selebihnya adalah atsar.”
 
Penulisan buku ini diselesaikan Syekh Nawawi pada 21 Safar 1311 H/1893 M. Namun kerennya, nasihat dalam buku ini masih relate hingga sekarang. Buku ini memberikan nasehat-nasehat, yang sangat relatable dengan kehidupan sehari2. Buku spiritual yang mengajarkan fiqh dan ketauhidan namun tidak kaku, melainkan mampu menyentuh jiwa pembaca dan mengarahkan kepada kesantunan budi pekerti. Nashoihul Ibad begitu menyadarkan arti dan makna hidup di dunia dengan pendidikan karakter seperti, syukur, adab, sabar, jujur, tidak ingkar janji hingga ketakwaan.
 
Karena setiap kita butuh pegangan yang bisa selalu menjaga dan mengingatkan dalam keseharian, maka buku ini bisa dijadikan salah satu kawan baik sebagai penasihat yang bisa mengingatkan kita dalam menghadapi suatu masalah, mengajarkan kita untuk lebih bijak dan hidup tenang dunia-akhirat yang pada akhirnya pun akan meningkatkan iman kepadaNYA.
 
Secara fisik, buku ini juga sangat nyaman untuk standar sebuah kitab, tidak berat. Keren yah, buku yang tidak hanya memberi insight ilmu pengetahuan & reminder untuk kita dalam menjalani kehidupan sehari-hari tetapi juga bernilai ibadah, in syaa Allah. Dan karena nasihat-nasihatnya sangat relatable dengan persoalan hati dan perilaku keseharian, ketika kita menemui suatu kasus masalah, kita bisa dengan bijaknya menunjuk buku ini dan menjadikannya rujukan pengingat dan penenang meski tanpa suara.

Karena sejatinya, Kawan terbaik = penasihat terbaik.


_Maharani's

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jaga Hijabmu, Ya Ukhti..

Bismillahirrahmanirrahim.. Ukhti, Apakah engkau “KADANG-KADANG BERHIJAB (BERJILBAB)”? Apakah engkau berhijab hanya ketika menghadiri pengajian atau membaca Al Qur’an? Apakah engkau berhijab saat berada di Aceh dan engkau lupa bahwa engkau adalah seorang muslimah begitu pesawatmu mendarat di daerah lain? Apakah engkau berhijab ketika menghadap Tuhanmu dalam sholatmu dan kemudian melepaskannya seakan-akan Allah hanya melihatmu dalam sholatmu? Apakah engkau berhijab ketika keluar rumah, tetapi memajang foto-foto tanpa hijabmu di Sosial Media agar dapat dilihat orang lain betapa indah rambut dan molek tubuhmu? Wahai saudariku, ketahuilah, sekali pun engkau membatasi orang-orang yang mampu melihat foto-fotomu itu, tetaplah WASPADA! Siapa saja bisa menyimpan foto kita dan melakukan apa pun yang mereka inginkan, dan engkau tidak akan pernah tahu untuk tujuan apa fotomu dimanfaatkan. Belum lagi fakta bahwa teman-temanmu di Sosial Media tidak semuanya mahrom-mu.

Makan hati berulam rasa

Perjalanan 2 jam pergi 2 jam pulang. 1/6 hari kuhabiskan dijalan, untuk kepentingan ummat, katanya. Jam 7 sampai jam 4 atau jam 10 hingga jam 19, menjaga, melayani, memfasilitasi mereka yang ingin berbagi, katanya. 3/8 hari kuhabiskan disini. Wah, sudah 13 jam. Ideal istirahat orang dewasa 7 jam sehari. 20 jam sudah. 4 jam sisanya? Untuk sekadar bertatap wajah dengan ayah ibu kakak adik, karena tidak selalu ada waktu dan moment tepat untuk bicara dan berbagi kisah. Untuk merapikan kamar, untuk rapi2 setelah dari luar, dan istirahat. Dan esok nya, untuk bersiap2 kembali berangkat. 4 jam. 4 jam untuk beberes diri saja. Bahkan beberapa saat juga menyempatkan untuk melayani beliau2 yang menghubungi dan bertanya tentang ini itu, tentang ummat dan demi ummat lagi pastinya -katanya-. Ini konsekwensi. Ikhlas sudah jelas. Meski letih itu tak dapat dipungkiri. Namun menafikkan letih karena bahagia dan keikhlasan adalah hal yang biasa. Mudah saja. Sebelumnya sungg

Iri ku pada mereka

Aku iri kepada langit yang bisa menatapmu sepanjang waktu Aku iri kepada senja yang bisa melihat senyum mu Aku iri kepada malam yang bisa mendekap hatimu Bahkan aku sangat iri kepada awan yang meneduhkanmu saat terik mentari membelenggu jiwamu Aku sungguh-sungguh iri Kepada mereka yang selalu membersamaimu sepanjang hari Kepada mereka yang bisa menatap langsung dirimu Melihat tawamu bahkan tertawa bersamamu Melihat langsung gerak-gerik mu dan kondisimu lebih dulu daripada aku Kepada semesta yang menaungi setiap langkahmu Kepada dunia yang setiap hari bersua denganmu Sungguh aku iri Kepada buku-buku yang setia berdebat denganmu Kepada waktu yang senantiasa berjalan bersamamu Sungguh benar, Aku iri selama aku tak mampu disisi Meski tiada pernah jenuh dan letih doaku membersamai #disadur dari tulisan-tulisan yang bertebaran di dunia maya dengan perubahan gaya penulisan dan berbagai tambahan