Langsung ke konten utama

Penuhi dulu panggilan Allah! Selebihnya, biar Allah penuhi kebutuhan kita.

Sebelum ajaran Islam menyebar di daerah Jawa pedalaman, waktu sore menjelang maghrib adalah momen yang dipenuhi dengan kepercayaan mistis dan cerita-cerita takhayul yang menyeramkan. Mereka menyebutnya senjakala, ‘senja’ yang berarti sore dan ‘kala’ yang artinya raksasa. Orang-orang dilarang keluar rumah karena takut diculik/ diganggu raksasa.

Namun, sejak azan mulai diperkenalkan dan dikumandangkan dimana-mana, senjakala menjadi suasana yang indah. Alih-alih ketakutan akan aura mistis, senjakala beralih menjadi pemandangan kehidupan sosial yang indah. Orang-orang bergegas keluar rumah menuju surau-surau, berkumpul untuk Shalat bersama.
Rasulullah SAW bersabda:
 
فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ
“Jika waktu Shalat telah tiba, salah seorang di antara kalian hendaknya mengumandangkan azan untuk kalian dan yang paling tua di antara kalian menjadi imam.” (HR. Bukhari dan Muslim 674)

Tidak ada alunan suara yang berhenti memenuhi ruang semesta ini selain azan. Selama 24 jam azan akan terus berkumandang menjelajah bersahutan. Panggilan azan mengingatkan kita untuk tidak terus terlelap dan asyik dengan kesibukan dunia.

Karenanya, dalam kondisi kaum muslimin tidak melaksanakan salat berjamaah di masjid pun (karena pandemi saat ini), Azan tetap disyariatkan dikumandangkan. Karena sesungguhnya, azan bukanlah sebatas pengertian panggilan Shalat. Ada begitu banyak pelajaran, filosofi hingga hikmah yang terkandung di balik azan.

Ustadz Teguh Sunaryo, dalam buku The Power of Azan, mengungkap tuntas ilmu azan dan keajaiban serta manfaat-manfaat azan dalam kehidupan kita. Buku ini mengajak kita untuk memahami dan menghayati makna yang begitu dalam tentang azan. Di balik lafadz Azan yang sedikit ini, ternyata terdapat keterkaitan akidah yang begitu kuat. Jika kita diajarkan berkomunikasi kepada Allah lewat ibadah, lewat doa, maka sebagai umat islam, sungguh beruntung kita bisa diingatkan, dipanggil, diajak untuk segera menyembah dan berkomunikasi dengan-Nya melalui kumandang Azan.
The Power of azan, membahas lengkap mulai dari sejarah azan sejak pertama di kumandangkan, hukum Azan hingga filosofi Azan lengkap dengan dalil-dalil quran dan hadits yang mengaitkan dengan keindahan-keindahan rangkaian ibadah dari Azan, seperti syarat dan kebaikan-kebaikan yang akan didapat seorang muazin, Azan dan iqamah untuk wanita, perihal Shalat, hingga manajemen waktu. Selain menambah pengetahuan kita megenai azan, buku ini juga memberikan banyak insight yang dapat terkadung dalam kisah-kisah dan dalil-dalil yang dipaparkan misalnya; tentang kisah Rasulullah mengakhirkan Shalat isyanya; tentang pahala atas ajakan kebaikan, dan mengumandangkan Azan sebagai bentuk ajakan kebaikan. Buku ini juga memberikan pemahaman bahwa tetap ada hal wajib lahiriah yang mesti kita penuhi, selain Shalat/ ibadah hablu minallah. Kita tetap mesti menuntut ilmu, mencari nafkah, hingga memelihara diri dan keluarga dari 5 hal yang sangat perlu diperhatikan seperti; Fun, food, fashion, family, friend.
 


Filosofi Azan
Bahasan ini adalah bagian paling menarik bagi saya. Saya merasa benar-benar tersadarkan, bahwa peran Azan ternyata sangat bermanfaat dalam keseharian kita.
Azan bukanlah sekadar ucapan dari Muadzin.
Azan adalah panggilan Allah yang paling sempurna.
Jangan maknai sekadar panggilan Shalat, nanti berat.
Azan adalah ajakan untuk menang. Sebagaimana lafaz Hayya 'alal falah ”.
Azan mengingatkan kita, bahwa selelah apapun, kita masih bisa menjemput kemenangan, dan jarak kemenangan itu hanya antara kening dan sajadah (tempat sujud).
Ketika Allah panggil lewat lantunan azan, maka segeralah memenuhinya. Penuhi dulu panggilan Allah, komunikasikan kehidupan kita dengan Allah, dan sisanya tawakal, agar Allah turut berperan dalam hidup kita dan membimbing kita dengan skenario terbaikNya.
 
Karena sungguh hanya 4 kali saja Allah memanggil kita.
Panggilan Azan untuk Shalat; panggilan Haji ke Baitullah; panggilan nyawa lepas dari raga; hingga Panggilan hari kiamat dan kebangkitan.
 
Buku ini seolah mampu menjadikan Azan sebagai panglima manajemen waktu, manajemen diri, manajemen hati. Waktu Shalat adalah poros aktivitas, dan sungguh mengatur diri jauh lebih sulit lebih penting daripada mengatur waktu. Waktu sudah Allah yang siapkan. 24 jam. Sama semua orang, dan ibarat bel alarm, azan membantu kita mengontrol diri dan waktu.
 
Kita menyambut dan melalui hari dengan Azan sebagai manajer waktunya. Peralihan dari malam ke pagi disambut dengan Azan Subuh, memecah keheningan dan membangunkan kesadaran. Peralihan dari waktu pagi ke siang kita disambut dengan Azan Zhuhur, ibarat peredam terik sang surya, waktu beristirahat sejenak di critical time sibuknya kegiatan harian. Kemudian dilanjutkan Azan Ashar dikala hari yang mulai menghangat hingga Azan Maghrib menyambut kembali, mengajak melepas penatnya aktivitas. Hingga pada penutup hari, azan Isya mengajak kita untuk lagi-lagi ‘berkomunikasi’ dengan-Nya dulu sebelum tidur. Buku The Power of azan ini, semakin lengkap dengan disediakannya tabel manajemen kegiatan dan aksi berbasis waktu Azan yang bisa membantu kita menyusun aktivitas harian kita. (Halaman 340)
 
Buku ini terdiri dari 4 bagian yang di akhiri dengan kisah nyata orang-orang yang mendapatkan hidayah karena Azan. Jika biasanya kita dimanjakan dengan pemandangan hidayah Iman dan Islam dari keturunan dan dakwah, ternyata ada hidayah begitu indah yang bisa didapatkan hanya dengan lantunan azan.

Dalil-dalil yang disertakan dalam buku ini (juga) lumayan lengkap, buku ini tidak menjemukan sama sekali. Bahasanya santai, seperti sedang sharing saja dengan kawan. Namun memang ada beberapa pelebaran dan pengulangan bahasan. Meski demikian, bagi saya hal ini justru bermanfaat karena memberikan kita bonus tambahan ilmu.
 
Di bulan Ramadhan seperti ini, pastinya azan maghrib tengah menjadi alunan suara yang paling dinantikan. Tapi dengan buku ini, kita bisa lebih memahami ilmu azan itu sendiri yang ternyata memiliki banyak pelajaran yang mengagumkan.
 
Pada akhirnya,
Jika ada suatu masa kita merasa,
Meski usaha sudah dilakukan,
Kecerdasan keterampilan dan tenaga sudah sedemikian dikerahkan,
Namun masih terasa begitu sulit,
Maka mungkin tangan yang terus bekerja itu harus berhenti sejenak dan mengadah.
Sertakan Allah.
Libatkan Allah,
Kembalikan pada Allah
Penuhi panggilan Allah
Seikhlas-ikhlasnya,
Allah dulu, Allah lagi, Allah terus
Cukup Allah, hanya Allah, biar Allah, yang penuhi sisanya.

Maharani's

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jaga Hijabmu, Ya Ukhti..

Bismillahirrahmanirrahim.. Ukhti, Apakah engkau “KADANG-KADANG BERHIJAB (BERJILBAB)”? Apakah engkau berhijab hanya ketika menghadiri pengajian atau membaca Al Qur’an? Apakah engkau berhijab saat berada di Aceh dan engkau lupa bahwa engkau adalah seorang muslimah begitu pesawatmu mendarat di daerah lain? Apakah engkau berhijab ketika menghadap Tuhanmu dalam sholatmu dan kemudian melepaskannya seakan-akan Allah hanya melihatmu dalam sholatmu? Apakah engkau berhijab ketika keluar rumah, tetapi memajang foto-foto tanpa hijabmu di Sosial Media agar dapat dilihat orang lain betapa indah rambut dan molek tubuhmu? Wahai saudariku, ketahuilah, sekali pun engkau membatasi orang-orang yang mampu melihat foto-fotomu itu, tetaplah WASPADA! Siapa saja bisa menyimpan foto kita dan melakukan apa pun yang mereka inginkan, dan engkau tidak akan pernah tahu untuk tujuan apa fotomu dimanfaatkan. Belum lagi fakta bahwa teman-temanmu di Sosial Media tidak semuanya mahrom-mu.

Makan hati berulam rasa

Perjalanan 2 jam pergi 2 jam pulang. 1/6 hari kuhabiskan dijalan, untuk kepentingan ummat, katanya. Jam 7 sampai jam 4 atau jam 10 hingga jam 19, menjaga, melayani, memfasilitasi mereka yang ingin berbagi, katanya. 3/8 hari kuhabiskan disini. Wah, sudah 13 jam. Ideal istirahat orang dewasa 7 jam sehari. 20 jam sudah. 4 jam sisanya? Untuk sekadar bertatap wajah dengan ayah ibu kakak adik, karena tidak selalu ada waktu dan moment tepat untuk bicara dan berbagi kisah. Untuk merapikan kamar, untuk rapi2 setelah dari luar, dan istirahat. Dan esok nya, untuk bersiap2 kembali berangkat. 4 jam. 4 jam untuk beberes diri saja. Bahkan beberapa saat juga menyempatkan untuk melayani beliau2 yang menghubungi dan bertanya tentang ini itu, tentang ummat dan demi ummat lagi pastinya -katanya-. Ini konsekwensi. Ikhlas sudah jelas. Meski letih itu tak dapat dipungkiri. Namun menafikkan letih karena bahagia dan keikhlasan adalah hal yang biasa. Mudah saja. Sebelumnya sungg

Iri ku pada mereka

Aku iri kepada langit yang bisa menatapmu sepanjang waktu Aku iri kepada senja yang bisa melihat senyum mu Aku iri kepada malam yang bisa mendekap hatimu Bahkan aku sangat iri kepada awan yang meneduhkanmu saat terik mentari membelenggu jiwamu Aku sungguh-sungguh iri Kepada mereka yang selalu membersamaimu sepanjang hari Kepada mereka yang bisa menatap langsung dirimu Melihat tawamu bahkan tertawa bersamamu Melihat langsung gerak-gerik mu dan kondisimu lebih dulu daripada aku Kepada semesta yang menaungi setiap langkahmu Kepada dunia yang setiap hari bersua denganmu Sungguh aku iri Kepada buku-buku yang setia berdebat denganmu Kepada waktu yang senantiasa berjalan bersamamu Sungguh benar, Aku iri selama aku tak mampu disisi Meski tiada pernah jenuh dan letih doaku membersamai #disadur dari tulisan-tulisan yang bertebaran di dunia maya dengan perubahan gaya penulisan dan berbagai tambahan